Sabtu, 24 November 2012
Jackie Evancho - Songs from the Silver Screen (2012)
Jackie Evancho - Songs from the Silver Screen (2012)
CD (Songs from the Silver Screen)
1. Pure Imagination (from Willy Wonka & the Chocolate Factory)
2. The Music of the Night (from Phantom of the Opera)
3. Can You Feel the Love Tonight (from The Lion King)
4. Reflection (from Mulan)
5. The Summer Knows (from Summer of 42, featuring Chris Botti, trumpet)
6. I See the Light (from Tangled, featuring Evancho’s brother Jacob Evancho, tenor)
7. What a Wonderful World (from Good Morning, Vietnam)
8. Se (from Cinema Paradiso, Italian lyrics, featuring 2Cellos)
9. My Heart Will Go On (from Titanic, featuring Joshua Bell, violin)
10. Come What May (from Moulin Rouge!, featuring The Canadian Tenors)
11. Some Enchanted Evening (from South Pacific)
12. When I Fall In Love (from Sleepless in Seattle)
DVD (Music of the Movies)
1. Pure Imagination
2. Can You Feel the Love Tonight
3. Some Enchanted Evening
4. What a Wonderful World
5. My Heart Will Go On (with Carolin Campbell, violin )
6. The Summer Knows (with Jumaane Smith, trumpet)
7. I See the Light (with Jacob Evancho, tenor)
8. Se
9. The Music of the Night
10. When I Fall In Love
11. Come What May (with The Canadian Tenors)
12. Reflection
—
Jacqueline Marie “Jackie” Evancho (12) tampil memukau ketika mementaskan lagu-lagu di album terbarunya, Songs from the Silver Screen. Dengan balutan orkestrasi klasik, Jackie bernyanyi memamerkan suara emasnya di depan teater. Di hadapannya, banyak telinga mendengar kagum, banyak mata tertuju takjub. Jackie berdiri bak seorang putri, dalam balutan gaun berwarna putih gading. Rambut pirangnya mengalun mengikuti gerak tubuhnya.
Ia lalu mendekamasikan rasa cintanya pada dunia film di sela-sela pergantian lagu. Sesekali ia bercanda, dan mengundang senyum di bibir penonton. Applause panjang pun tak pernah lupa diberikan padanya.
Begitu kira-kira penampilan Jackie dapat kita lihat pada rilisan deluxe edition di DVD albumnya. Sedang dalam ragam CD, kita dapat mendengar lagu-lagu populer dalam tatanan musik adiluhung, dengan lantang seriosa nan luhur. Ornamen biola pun menambah haru laras iramanya.
Ada jiwa nan syahdu dalam balutan rasa pada bait-bait Reflection dan Can You Feel the Love Tonight. Meskipun konsep pop pada tembang aslinya sudah tertanam di benak, Jackie mampu meleburnya menjadi begitu operatik tanpa terkesan asing dan kaku.
Lalu, bagaimana bila lagu-lagu romansa, seperti I See the Light (duet bersama saudaranya, Jacob Evancho), When I Fall in Love dan Come What May (duet bersama Canadian Tenors), dinyanyikan Jackie pada usia belianya? Meski sedikit gabir, ternyata ia mampu menaklukannya dengan baik. Bahkan ada kesan dewasa dalam suaranya tanpa harus kehilangan identitas.
My Heart Will Go On, menafsir kembali lagu tema sinema terpopuler dunia, Titanic, terdengar menyentuh dengan penambahan intro pada permainan biola Joshua Bell. Kesan jazz nan sublim hadir begitu manis ketika instrumen terompet Chris Botto merambat masuk dalam The Summer Know. The Music of The Night, kendati ragam aslinya sudah terdengar intim, lebur sempurna dalam balutan tatanan musik nan melodius.
Sebagai pembuka album, Pure Imagination diramu dalam cita rasa pretisius, memberi sentuhan klasik dan elegan, dan Jackie—beserta timnya, berhasil mempertahankan hal tersebut hingga tembang penutup, When I Fall in Love.
Pada album terbarunya, dara kelahiran 9 April 2000 tersebut memang mencoba menerjemahkan kembali lagu-lagu sinema dunia dalam tafsirnya sendiri. Bolehlah dicoba ketika jenuh dengan hiruk-pikuk industri musik pop belakangan, dan ingin sebentar bernostalgia, menenangkan benak dalam kelembutan musik nan indah. Bukankah bila ditoreh dengan hati dan jiwa, sebuah karya dapat terdengar begitu raya? Memesona =).
24 November 2012
Payung Teduh - Dunia Batas (2012)
Payung Teduh - Dunia Batas (2012)
1. Berdua Saja
2. Menuju Senja
3. Untuk Perempuan yang Sedang di Pelukan
4. Rahasia
5. Angin Pujaan Hujan
6. Di Ujung Malam
7. Resah
8. Biarkan
—
Payung, selalu mampu melindungi tanpa membatasi. Di hari panas ia menaungi, di hari dingin ia melingkupi. Sedangkan teduh, bila ditempatkan dalam konteks musik, tentulah bersimbiosis lengkap dengan suasana nyaman dan menyenangkan. Jadi, bila ada sebuah band bernama Payung Teduh, pastilah bisa ditebak, seperti apa musiknya?
Dan ternyata dugaan saya (sama sekali) tidak salah. Dengan aransemen akustik minimalis, dipadu ornamen pop-folk-keroncong-bossanova, kuartet cerdas Mohammad Istiqamah Djamad, Comi Aziz Kariko, Iwan Penwyn dan Alejandro Saksakame mampu mementaskan sebuah album dengan nuansa sangat Indonesia, Dunia Batas.
Coba tengok petikan kata dalam lagunya, begitu puitis dengan metafora nan manis. Suasananya pun diramu romantis dengan alunan musik nan lembut dan melankolis. Setiap nada mengalir indah, tak bosan didengar kali berkali.
Berdua Saja hadir begitu santun dalam balutan musik melayu. Tembang pop-folk Untuk Perempuan di Pelukan tampil damai dalam petikan gitar melodius. Menuju Senja, kendati dibuka dengan musik lebih menghentak, mampu memberikan suasana sendu dengan nukilan-nukilan langut dalam liriknya. Resah pun datang dengan lembut, laras iramanya benar-benar menerjemahkan dengan baik, lansekap suasana dalam baitnya. Angin Pujaan Hujan dan Biarkan terbingkai cantik dalam diksi puitis dan nada-nada harmonis. Di Ujung Malam, lagu dengan hanya lima baris lirik, tampil berbeda dengan membenamkan sedikit unsur keroncong dan menukarnya dengan irama musik Spanyol.
Pada sampul albumnya, kita dapat melihat sebuah pohon hampir tumbang karena ditiup angin dan hujan. Barangkali begitulah musik Indonesia. Kendati diterpa panas dan dingin, selama masih dapat menjaga akarnya tetap hangat di dalam tanah, ia pasti baik-baik saja.
Sesederhana pohon di musim panen, ketika kunang-kunang berkelindan menjadi busana malam, begitulah musik semestinya memeluk kita, dengan hangatnya.
24 November 2012
Langganan:
Postingan (Atom)